Menemui Persimpangan
Aku dan kamu dulu hanya sebatas cerita yang tak terduga, aku
hanya sebatas mengetahuimu tanpa ada arti yang benar-benar nyata sampai pada
saatnya aku merasa kamu nyata. Awalnya disana aku orang baru, sampai kode
privasiku sampai ketanganmu dan atas inisatif tinggi darimu itu kita mengetahui
satu sama lain. Aku tidak menyangka, mengikuti dan menjadi salah satu orang
yang berpartisipasi dalam kegiatan organisasi itu memberi aku banyak perubahan,
aku merasa bukan orang baru lagi disana, dan acarapun sukses.
Kesungguhanmu yang aku lihat dan aku pertimbangkan,
sesungguhnya ketika itu aku sedang berjuang dengan goncangan hati yang
benar-benar membuatku terpuruk. Mungkin aku terlalu berlebihan, tapi entahlah
rasa takut untuk merasa sakit sangat menjelma nyata disini,dihati ini yang amat
merasa luka. Bagaimana tidak, tanpa sebab ketika aku mengenyah bahagia
seenaknya saja dia pergi meskipun alasannya sudah benar-benar jelas di telinga
ini. Terlalu berlebihan ketika aku tak membuka hati, tapi itulah aku saat itu.
Pertama kali pesanmu sampai ditanganku, aku mengiranmu
sahabat masa lalu, tapi aku salah besar kamu orang baru yang beberapa waktu
kedepan pada saat itu ada dan mengisi hari ini dengan pesan singkatmu itu. Saat
itu kamu punya status baru setingkat lebih tinggi diatasku, entah dari sisi
mana kamu tertarik padaku, sehingga beberapa waktu setelah komunikasi itu, kata
tak terduga itu terucap dari mulut seseorang sepertimu yang notabennya baru
mengenal sedikit tentangku apalagi pribadiku yang mungkin akan membuatmu
berubah pikiran. Dan aku kembalikan pada inti permasalahnnya aku belum siap
dengan orang baru, dan begitu pengecutnya aku bersembunyi di balik kata “BUTUH
WAKTU”. Ketika secara logis aku berpikir sebenarnya waktu bisa saja terus membawaku mengarahkan hati ini untuk mu,
namun sekali lagi aku takut dengan orang baru, yang aku wanti-wanti ketika aku
menata perlahan hatiku orang itu merusaknya menghancurkannya, bahkan membaginya
menjadi puing-puing yang lebih kecil. Entah sampai kali ke berapa aku
mengatakan “BUTUH WAKTU”.
Ingatanku cukup kuat untuk mengungkapkan
kronologis-kronologis masa lalu, ada beberapa peristiwa yang sangat segar
diingatanku, kita memiliki jadwal yang sama di salah satu bimbel, dan ketika
itu, ketika sedang hangat-hangatnya aku melihatmu, teman setiamu, kawan-kawan
karibmu, religiusmu yang banyak ku amati,aku begitu suka ketika kamu menjadi
imam shalat, enyahlah yang jelas aku pernah melihatmu seperti itu. Aku ingat
dengan sabarnya kamu menungguiku ditempat itu dan mengantarkanku ke tempat
belajar itu sementara kamu sendiri ada acara lain. Saat itu aku tak bisa
menghindar, karena perlahan ada celah yang terbuka sedikit di hati ini.
Cerita lainnya, kegiatan dari organisasi yang aku ikuti
mengadakan acara puncak yang saat itu menginap di sekolah, aku mendapatkan
perlakuan yang sama dengan peserta lain, perjalanan malam itu mempertemukan aku
denganmu disana, bending sebanyak 25 tanpa diskon disaat mata mengantuk berat
membuat keringat dingin cukup keluar, entahlah saat itu ada kabar bahwa peserta
yang salah jalan dan menyasar, seketika aku panik takut kejadian serupa
menimpaku, tentu saja aku memintamu mengantarku sampai tempat yang membuatku
aman dari kata tersesat. Bahasa tubuhmu membuatku benar-benar nyaman, mungkin
tidak Cuma aku yang mendapatkannya, tapi setidaknya itu menghilangkan
ketakutanku saat itu, entahlah sejak saat itu ada sesuatu yang lebih disini,
tapi aku tidak menghiraukannya.
Mungkin sejak saat itu aku banyak mencari informasi
tentangmu, ah entahlah beriringan dengan itu sebelum acara puncak itu ada dua
orang baru lagi hadir dan sedikit mencuri perhatian. Orang pertama sudah cukup
membuang banyak waktu dengan segala perhatiannya yang lebih, yang sudah mencuri
banyak perhatian, yang membuatku nyaman bersamanya, seperti sosok kakak, tapi
lebih dari itu. Mungkin sudah tabiat perempuan selalu mengartikan lebih aku
termsuk di dalamnya dia tak kunjung memberi kejelasan tentang hubungan kami
seperti tanpa STATUS dan aku bosan dengan itu. Orang kedua lebih aneh lagi
rupanya memang menawan bisa dikatakan idaman wanita, orang ini punya tekad
besar mendekatiku mengenalnya hanya sekitar dua minggu sampai setelah itu aku
memutuskan menerimanya, ini pembuktian untuk orang baru yang pertama bahwa
orang baru yang kedua berani berkomitmen. Saat itu pesanmu sampai digenggamanku
“selamat elia” ah entahlah aku sedikit kecewa kamu mengetahuinya.
Perkenalan yang singkat, sepertu itulah jalan ceritanya
tidak jauh berbeda, hanya bertahan 3 minggu saja, kisah ini menyisakan banyak
masalah yang membuatku lelah
dan menyerah anggapan orang sebagai
“perebut” sulit dihindarkan tapi sekali lagi ini pembelaan diri yang
benar-benar kenyataannya “aku tidak merebut atau mengganggu siapaun, bahkan aku
tidak mengundangnya hadir dikehidupanku”. Kelemahanku adalah selalu menyadari
hati saat waktu sudah terlambat, aku merasakan kehilangan yang nyata lagi
kesepian lagi tanpa sosok itu yang sejak ku ubah statusnya tidak pernah bertegursapa
atau berkomunikasi lagi seperti dulu saja sebelum mengenalnya.
Setelah aku
mengakhiri kisah itu aku sedikit belajar apa yang aku takuti soal waktu memang
benar-benar terjadi, selektif sangat diperlukan. Pesanmu kuterima lagi
“kenapa?” dan aku pun menjelaskannya padamu, aku banyak berharap saat itu ada
yang mengajakku ke suasana baru untuk lebih mantap melupaknnya. Kembali
diorganisasi itu, setelah tertunda banyak hal akhirnya kita pulang bersama, aku
menungguimu, kamu titipkan baju kebesaranmu itu padaku dengan memamerkan banyak
tanda kecakapan, ah aku semakin kagum saja!!!. Aku ingat aku mengatakan
“sebentar lagi kamu juga bakal jadi milik orang” karena kecurigaanku
seolah-olah handphone itu tidak untuk di diamkan, orang penting aku pikir dan
benar saja!
Kurang dari
24 jam status mu berubah!! Ada sedikit kecewa tapi apa daya aku bukan
siapa-siapamu, inilah kelemahan yang selalu luluh ketika waktu tak lagi
berpihak mengecewakan, ketika aku berharap dia mengejarku saat itu dan itu
mustahil. Sejak saat itu aku memutuskan untuk memperbaiki diri dan tidak
membuka hati untuk siapapun, aku hanya melihatmu seperlunya saja, bahkan
sikapmu seperti biasa saja, sesungguhnya aku tau kamu milik orang, dan sedikit
gila jika aku mengharapkanmu saat itu. Ada kebahagiaan ketika aku dan
rekan-rekan berjuang diperlombaan kamu hadir disana, mataku tidak lepas mencari
sosokmu, tapi sekali lagi kamu milik orang! Aku tak banyak berharap saat itu
karena semuanya mustahil, tapi ada sefikit goncangan di dada ini ketika
melihatmu, bahkan entahlah mataku selalu tetap mencari sosokmu. Ada
enegi lain yang kurasakan meskipun sedikit aku akui aku mengagumimu.